Senin, 02 November 2009

Kasus - kasus Akuntansi

Kontroversi Kartu Kredit Syariah

Edisi cetak, Sabtu, 12 Januari 2008, menulis bahwa Amerika Serikat saat ini mengalami guncangan ekonomi setelah terjadi kasus gagal bayar kartu kredit dan perumahan subprime mortage (beresiko tinggi) yang mencapai US$ 7 Miliar, atau hampir setara dengan anggara belanja RI sebesar Rp 854,7 Triliun. Perusahaan keuangan terbesar seperti Merrill Lync, Citigroup, HSBC, Bearstern, dan UBS ramai-ramai mengumumkan kerugian yang mencengangkan. Salah satu contohnya adalah Citigroup (penerbit Kartu Kredit Citibank) yang menyatakan mengalami kerugian sebesar US$ 8 miliar, dan harga sahamnya anjlok 45% dari awal tahun 2007, sedangkan kapitalisasi pasarnya berkurang US$ 124 miliar.

Tetapi, seperti dirilis oleh Niriah.com, 19 Juli 2007, “dunia perbankan syariah di Indonesia” malah berbuat kontroversial. Bank Danamon misalnya, menggandeng dedengkot kartu kredit berbasis bunga, yakni MasterCard meluncurkan Kartu Kredit Syariah, Dirham Card. Peluncuran ini telah disetujui Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan fatwa persetujuan Nomor 54/DSN-MUI/IX/2006 serta surat persetujuan Bank Indonesia (BI) Nomor 9/183/DPbS/2007. Kemudian, berita dari Inilah.com, Selasa, 11 Desember 2007, juga memberitakan bahwa BNI Syariah juga telah mengajukan izin kartu kredit syariah ke BI pada 5 Desember 2007. Harapannya pemrosesan izin tidak lebih dari sebulan begitu kata Pemimpin Divisi Syariah Bank BNI Ismi Kushartanto. Meskipun kenyataannya Kartu Kredit Syariah BNI sudah dipromosikan di acara BNI-Ancol Fantastic Offer seperti diberitakan di website BNI.




24 Kasus Korupsi di Sektor Pendidikan

Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2006 menemukan 24 kasus korupsi disektor pendidikan. Sebagian besar korupsi terjadi pada tingkat dinas dan kepala sekolah di seluruh Indonesia. Dari hal tersebut diperkirakan negara dirugikan sebesar Rp. 388M.

Menurut koordinator pelayanan publik ICW Ade Irawan, biasanya dana yang dikorupsi menyangkut proyek yang menjadi tanggung jawab dinas pendidikan setempat atau pengguna Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan, baik yang dikeluarkan pemerintah daerah maupun pusat.

Pada tahun 2006 terdapat 2 kebijakan yang menibulkan kontroversi karena dinilai sarat dengan dugaan korupsi. Kedua kebijakan itu adalah Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan pemberian voucher pendidikan. Progran BOS sangat rawan terhadap penyelewengan yang dilakukan kepala sekolah karena dana BoS diberikan kepada sekolah melalui kepala sekolah. Kurangnya transparansi dalam penggunaan dana BOS dapat menimbulkan kerugian bagi para siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar